Siapa yang tidak kenal dengan Facebook? Salah
satu fenomena yang telah mendunia saat ini, merupakan layanan jejaring
sosial (social networking) terbesar yang pernah ada. Dan ternyata,
kehadirannya sudah "disinggung" sejak 14 abad yang lalu.
Suatu
ketika, selepas Ashar di Masjid Al Hikam. Di salah satu pojok masjid
tersebut, terdapat Ranid dengan dua orang temannya, yakni Ahmad dan Ilmi
yang terlihat sedang mendiskusikan sesuatu. Kali ini tema yang diangkat
seputar masalah I’jazul Qur'an (Mukjizat Al Qur'an). Diskusi yang
berjalan cukup santai, namun sarat akan ilmu.
Ahmad adalah
seorang mahasiswa salah satu PTS di Jakarta dengan program studi
Matematika. Seorang calon pengabdi masyarakat dengan ilmunya. Ahmad
selalu berupaya mengaitkan Al-Qur'an dengan bidang studinya, matematika.
Ahmad sering berkutat dengan angka-angka dalam Al-Qur'an.
Ahmad pun memulai diskusi. “Subhanallah alquran itu bener-bener
mukjizat. Gue pernah baca di Internet, bahwa ternyata kata Yaum (hari)
di dalam Al Qur'an sebanyak 365 kata sama, seperti jumlah hari dalam
satu tahun, kata Syahr (bulan) disebutin 12 kali sama kayak jumlah bulan
dalam satu tahun, Sab'u (minggu) disebutin 7 kali sama dengan jumlah
hari per minggu. Belum lagi kata-kata yang berlawanan kata. Misalnya Ad
Dunya 115 kali, Al Akhiroh juga 115 kali. Malaikat 88 kali, sedangkan
Asy Syayathin 88 kali juga. Al Hayat 145 kali, begitupun dengan Al Maut
yang juga 145 kali. Belum lagi angka 19 yang disebutin dalam Al Qur'an
surat Al Mudatsir ayat 30. Sebetulnya masih banyak lagi, tapi mending
antum liat di internet aja nafsi-nafsinya, tinggal tanya mbah google
ketik keywordnya keajaiban angka dalam Al Qur'an,” Celoteh Ahmad
sekaligus mengakhiri presentasinya saat itu.
Kemudian, tiba
giliran Ranid memaparkan pengetahuannya seputar masalah mukjizat Al
Qur'an. Ranid memang sangat menyenangi diskusi-diskusi tentang kajian
Islam yang berhubungan dengan program studi Ranid, yaitu bahasa Arab,
yang ia geluti di salah satu Ma’had Lughoh di Jakarta. Maka ia akan
memaparkan pengetahuannya tentang I’jazul Qur'an dari sudut pandang
bahasa.
Setelah mengucapkan basmalah seraya memuji Allah dengan
hamdalah, serta shalawat kepada Nabi SAW, Ranid pun mulai berkata,
“Mumtaz! Ustadz Ahmad mantep dah penjelasannya, giliran ane, ya? Gini,
jadi mukjizat kalo diliat dari segi bahasa, maka secara sederhana dapat
diartikan sebagai 'senjata' untuk melemahkan terhadap tantangan dakwah
yang ada. Contoh di zaman nabi Musa AS, berhubung waktu itu sihir sedang
ngetrend-ngetrendnya nih, maka Allah kasih mukjizat nabi Musa AS
'menyerupai' sihir, tapi bukan sihir, dengan tongkatnya yang terkenal.
Bisa berubah jadi ular, ngebelah lautan, dsb. Trus, di zaman nabi Isa
AS, berhubung waktu itu ilmu kedokteran lagi maju-majunya, maka Allah
kasih kepada nabi Isa AS mukjizat yang berhubungan dengan dunia
pengobatan. Nah, di zaman Rasul SAW, pada masa itu kaum jahiliyyah
terkenal akan syairnya yang luar biasa Indahnya. Maka Allah pun
memberikan kepada Nabi SAW berupa Al Quran, sebuah mukjizat yang begitu
sangat tinggi dan sarat akan nilai sastranya.”
Ranid masih
melanjutkan pemaparannya, “Bahkan Allah nantangin mereka kaum kafir
untuk buat satu surat saja yang semisal dengan Al Qur'an. Coba ente
berdua buka Al-Baqoroh ayat 23 :
"Dan jika kamu meragukan
Al Qur'an yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah
satu surat semisalnya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika
kamu orang yang benar"
dan dilanjutan ayatnya, bahwa Allah
sudah kasih garansi, mereka pasti gak akan mampu ngebuatnya. Pernah ada
kisah tentang Musailamah Al-Kadzdzab yang coba-coba buat Al Qur'an
tandingan. Salah satu suratnya niru-niru al-fiil. Dan surat gadungan itu
ditertawakan banyak orang, karena diliat dari sisi bahasa dan maknanya
betul-betul jelek. Dan satu hal lagi, cuma Al Qur'an kitab suci yang
bisa dihafal oleh jutaan manusia, walaupun manusianya itu sendiri pun
belum tentu mengetahui arti Al Qur'an. Bahkan uniknya juga, hafalannya
tersebut lengkap sampai titik dan komanya. Subhanallah, Maha Benar Allah
dalam firmanNya,
"Dan sungguh Kami mudahkan Al Qur'an untuk peringatan"
Al Qomar ayat 17,”
Ranid pun mengakhiri makalah yang dibawakannya.
Selanjutnya, giliran Ilmi yang mendapat giliran menjelaskan mukjizat Al
Qur'an berdasarkan studi yang ia geluti. Ilmi adalah seorang mahasiswa
IT di salah satu PTS di Jakarta. Berbeda dengan kedua orang sahabatnya
tadi, Ikhwan lajang ini tengah mengerjakan tugas akhir dalam
perkuliahannya. Hal ini dikarenakan Ilmi terlebih dahulu kuliah selepas
SMA daripada Ahmad dan Ranid yang sempat menunda jenjang akademisnya.
Lengkap dengan stelan kacamata khas para hacker di film Hollywood, Ilmi
pun memulai pembicaraannya. “Sebenernya ane belum mau mengatakan ini
mukjizat atau gak? Terus terang ane gak berani. Tapi salah satu point
yang pernah ane dengar dalam seminar Al Qur'an, bahwa kenapa Al Qur'an
disebut mukjizat, tak lain dan tak bukan adalah karena kebenarannya
dalam 'meramal' masa depan. Betul gak Ran?” Ilmi bertanya pada Ranid.
Ranid pun mengiyakan pernyataan Ilmi dengan menganggukkan kepala, seolah
tak mau kehilangan pemaparan dari Ilmi sahabatnya.
Ilmi
melanjutkan, “Surat al-lahab contohnya, di situ Allah memastikan bahwa
Abu Lahab bakalan tetep kafir dan masuk neraka. Dan ketika surat itu
turun di Mekkah, Abu Lahab ternyata masih hidup. Sekarang coba antum
bayangin, kalo seandainya Abu Lahab itu tergerak hatinya untuk masuk
Islam atau pun pura-pura masuk Islam, maka Al Qur'an akan dipertanyakan
kebenarannya dari dulu sampai sekarang. Ataupun di surat Ar-Rum, disitu
dijelaskan, bahwa Romawi bakalan menang melawan Persia. Dan itu
Subhanallah terjadi beberapa tahun kemudian. Setelah pada peperangan
yang sebelumnya, Romawi kalah, maka pada peperangan selanjutnya Romawi
menang telak. Dan satu lagi peristiwa fathul Mekkah di surat Al-Fath.
Allah memastikan, kaum Muslimin akan memasuki Mekkah setelah sekian lama
hijrah ke Madinah. Dan Subhanallah hal itu terbukti.”
Fenomena Al-Fisbukiyyah Dalam Al Qur'an
“Ah, itu mah dari aspek sejarah Mi, coba dari aspek IT sesuai sama
studi ente?” tanya Ranid seolah menantang Ilmi. “Weitss, tenang-tenang,
ane kan belum selesai jelasinnya, ana lanjut, ya!” Jawab Ilmi. “Nah
berhubung tadi ane bilang ana gak berani nyebut ini mukjizat atau nggak,
maka ane akan bilang ini kehebatan Al Qur'an.” Ilmi masih melanjutkan,
sementara kedua rekannya Ahmad dan Ranid masih terus diam dan menyimak
kata per kata yang akan terlontar dari mulut Ilmi. “Ente berdua tau gak,
bahwa sejak 1400 tahun yang lalu Al Qur'an sudah menyinggung tentang
Facebook dan kawan-kawannya?!”
Ahmad sang Cagur (Calon Guru)
tertegun diiringi dengan tertawa kecil seolah tak percaya dengan
statement Ilmi yang barusan di dengarnya. Lain lagi dengan Ranid yang
masih berpikir dan mencari-cari, bahwa apakah benar kata Facebook ada di
dalam Al Qur'an? Dengan mencoba mentashrif pola-pola fi’il.
Ilmi meneruskan kembali pemaparannya “Ahmad, coba ente berdua buka surat Al-Ma’arij ayat 19-21 :
"Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia
ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan dia
jadi kikir."
Ayat ini menjelaskan, fenomena jama’ah
"Al-Fisbukiyyah" secara umum. Coba ente-ente liat wirid-wirid mereka.
Kebanyakan isinya tentang keluh kesah. Temanya udah mirip kayak sinetron
yang mendayu-dayu sampai bikin air mata meleleh. Sakit dari mulai
bisul, cantengan, jerawat, sampai ayan di update di status. Cuaca juga
gak ketinggalan. Dikasih hujan, ngeluh gak bisa kemana-mana. Dikasih
panas, ngeluh kepanasan. Segala maksiat juga disebarin di muka umum.
Masalah duit abis, rezeki seret, terus dan terus disuguhkan. Ibadah juga
ada beberapa yang dipublikasikan, seperti puasa, sedekah, tapi
Alhamdulillah, ane belum menemukan ada orang yang lagi shalat update
status "lagi roka’at dua nih", Naudzubillah kalo sampai ada!” canda Ilmi
yang membuat rona senyum teman-temannya.
Ahmad dan Ranid pun
tertawa dan mengaminkan ucapan Ilmi. “Terus di ayat setelahnya dikatakan
"Apabila dapat kebaikan maka ia kikir." Ane rasa betul ayat tersebut.
Coba ente berdua hitung ada beberapa orang yang update status, semisal
Alhamdulillah dapet rezeki, buat yang mau ditraktir harap tunggu di
depan masjid. Kira-kira ada gak status kayak gitu. Giliran dapat rezeki
yang melimpah, pasti pada pelit gak mau orang lain pada tau, tapi
giliran ditimpa musibah di share kemana-mana.”
“Ah, lo iri
aja kali, jangan sok jaim deh?!” Kali ini Ahmad yang bertanya kepada
Ilmi. Ilmi pun menjawab, “Ane rasa jaim itu perlu, dalam konteks JAIM,
Jaga-Iman berkaitan dengan hal malu, ane tidak mengharamkan update
status, akan tetapi alangkah baiknya update-nya itu yang baik-baik,
pokoknya temanya mengajak kebaikan dari Al Qur'an, Hadits, sahabat,
ataupun salafush sholih. Inget dalam hadits riwayat Bukhori dikatakan,
"Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu." Ulama bilang, bahwa
jika kita udah gak malu sama Allah dan tidak merasa diawasinya, maka
tunaikan saja hawa nafsumu dan lakukan apa yang kau inginkan.” jawab
Ilmi.
Ranid tak menyangka sahabatnya Ilmi dapat menarik dan
mengaitkan surat Al-Ma’arij ayat 20-22 dengan fenomena Facebookers yang
bergentayangan di dunia maya. Alhamdulillah bertambah satu lagi
pengetahuan Ranid pada hari itu. Sungguh Ranid sejatinya sudah sering
membaca atau bahkan menghafalkan surat ini. Namun, dikarenakan kurang
men-tadabbur-i ayat ini, maka alangkah kagetnya ia mendengarkan
penjelasan yang dipaparkan oleh sahabatnya Ilmi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar